Total Tayangan Halaman

Selasa, 29 November 2011

MAKALAH GENDER DAN HAM

BAB I
P E N D A H U L U A N

A.    LATAR BELAKANG

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki manusia yang diperoleh sejak lahir ke dunia dan merupakan kodrat dari Tuhan. Hak-hak tersebut dimiliki manusia  tanpa memandang perbedaan ras, suku, agama dan jenis kelamin. Hak-hak tersebut bersifat asasi dan universal.
Untuk menjamin dan melindungi terlaksanannya hak asasi manusia, setiap negara merumuskan dan mencantumkan hak asasi manusia dalam Undang-undang Dasar yang berlaku di negaranya.
Negara Indonesia yang menganut paham kekeluargaan, menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pokok-pokok hak asasi manusia diatur dalam UUD 1945 baik dalam pembukaan maupun dalam batang tubuhnya.
Hak-hak warga negara yang tercantum dalam UUD 1945 sangat jelas termuat, betapa negara ini sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, namun dalam pelaksanaannya hak-hak ini belum sepenuhnya dinikmati oleh seluruh warga negara.
Hak Asasi Manusia (HAM) sebenarnya bukanlah barang baru, dalam “Universal Declaration of Human Rights” sudah termuat jelas adanya pernyataan negara-negara sedunia (PBB) tentang hak asasi manusia. Tapi untuk bangsa ini hak asasi manusia menjadi barang baru dan mahal bagi setiap Orang “tertindas”. Salah satu dari kaum tertindas itu adalah perempuan, yang sampai saat sekarang belum mendapatkan perlakuan atas hak asasi manusianya secara pantas pada tempatnya.
Budaya patriarkhi yang telah berabad-abad berjalan telah menguntungkan laki-laki dalam banyak hal, yang disisi lain membuat perempuan terpuruk. Perempuan dalam banyak hal masih terbelakang. Salah satunya dalam bidang pendidikan dimana banyak perempuan  belum mengecap pendidikan tinggi. Situasi politik yang morat-marit dinegeri ini banyak mendatangkan kemalangan bagi perempuan. Sebut saja DOM(Daerah Operasi Militer) Aceh yang banyak menyisakan cerita duka mengenai “kaum Lemah”. Dan masih banyak situasi yang membuat kaum perempuan berada dalam situasi sulit.


BAB II
ISI

        Pelaksanaan HAM di Indonesia belum mencapai langkah maju, masih terlalu banyak anak bangsa yang mengalami ketertindasan HAM. Hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, hak untuk mengeluarkan pendapat dan hak-hak lainnya yang belum dinikmati secara utuh.
         Perempuan dan HAM adalah sesuatu yang belum bisa disejajarkan. Banyak lubang pelanggaran HAM yang masih harus ditambal, apalagi HAM untuk makhluk yang bernama perempuan masih jauh dari yang diharapkan. Kondisi bangsa yang berada dalam situasi terpuruk dalam berbagai bidang kehidupan menambah keterpurukan pelaksanaan HAM.
      Masalah HAM yang menimpa perempuan buakan satu-satunya peroalan yang harus dihadapi oleh bangsa ini. Banyak masalah yang harus diselesaikan oleh pemerintah selaku pelaksana pembangunan, tapi kalau masalah ini dibiarkan berlarut tanpa penyelesaian berarti akan berdampak sangat besar bagi kelangsungan hidup bangsa ini.
          Banyak faktor yang menghambat terlaksananya hak asasi manusia khususnya untuk kaum perempuan. Budaya patriarkhi dianggap sebagai salah satu penghambat perempuan diberbagai bidang kehidupan. Anggapan perempuan sebagai mitra kaum pria belum sepenuhnya mendarah daging dalam kehidupan berbangsa kita. Peraturan yang dibuat pemerintah belum sepenuhnya menjamin kebebasan seutuhnya dari kaum perempuan untuk berkiprah. Perempuan hanya dianggap hanya sebagai pelengkap. Padahal peranan kaum perempuan untuk memajukan bangsa ini sangat besar. Dari segi kuantitas saja perempuan menjadi aset bangsa yang sangat besar dan sayang kalau hal ini dibiarkan.
          Pendidikan yang merupakan salah satu penentu kualitas manusia menjadi sesuatu yang sulit didapat. Perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi hanya terbatas pada masyarakat yang tinggal di perkotaan. Di banyak daerah terpencil perempuan belum terjamah bangku sekolah.
       Belum banyak perempuan yang diberi kesempatan untuk bersuara dalam lembaga pemerintahan, semuanya didominasi oleh kaum pria. Berapa banyak perempuan yang duduk dalam lembaga pengambilan keputusan. Walau sudah ada perempuan-perempuan yang berhasil tapi hal ini tidak sepenuhnya dinikmati oleh perempuan, masih ada ketidakrelaan kaum pria melihat kaum perempuan berkiprah lebih jauh kejenjang yang lebih tinggi dalam  kehidupan berbangsa dan bernegara.
        Banyak kejadian memprihatinkan yang dialami oleh perempuan; sebut saja pelecehan seksual yang tidak pernah dialami oleh kaum pria, kekerasan terhadap kaum perempuan; berapa banyak istri yang disiksa lahir dan batin oleh suami. Hal-hal ini seperti ini jarang diberitakan apalagi pelecehan seksual oleh suami terhadap istri pasti hanya akan didiamkan oleh istri. Dalam bisnis hiburan perempuan dianggap sebagai penghibur yang akhirnya bermuara pada transaksi seksual. Kasus kriminal yang dilakukan oleh tenaga kerja wanita asal indonesia di luar negeri yang dipicu oleh faktor-faktor pendukung yang sangat merugikan pihak perempuan.
Berapa banyak anak perempuan dalam kelurga yang dibedakan perannya dengan  anak lelaki. Hal ini sudah berlangsung lama dan sudah ditanamkan sejak jenjang pendidikan terendah. Misalnya pada pelajaran tertentu kehidupan sehari-hari diangkat sebagai contoh, yakni “Ayah membaca koran; Ibu memasak di dapur; Ima menyapu halaman; Budi bermain kelereng.”  Dari segi pendidikan kita sudah diajarkan sejak dini dimana posisi perempuan yang sebenarnya. Dari hal-hal kecil nilai-nilai perbedaan sudah ditanamkan. Didalam budaya kita tidak diajarkan bagaimana laki-laki dan perempuan bekerjasama dalam menyelesaikan persoalan.
        Hasil penelitian Proyek Kesehatan Reproduksi kerjasa Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Madah dan Ford Foundation membagi tiga porsi besar potret buram perempuan dalam dunia kerja maupun rumah tangga, yakni:
1.      Pelecehan Seksual dan Kekerasan terhadap Perempuan
2.      Perilaku Seksual
3.      Seks komersial
(Newsletter,2001)
           Perempuan tidak akan dapat berperan sebagai subyek dan disetarakan bila semua komponen bangsa tidak mau melihat potensi kaum perempuan sebagai aset bangsa yang berharga. Pemerintah harus lebih proaktif dalam menyikapi hal-hal yang menyangkut perempuan khususnya bagaimana menyikapi serta bertindak nyata untuk membenahi masalah hak asasi manusia untuk perempuan yang masih jauh dari yang diharapkan. Sehingga perempuan lebih aktif berperan tanpa takut akan terganggu, karena pelanggaran terhadap hak asasinya.

BAB III

P E N U T U P


       Secara umum pelaksanaan Hak Asasi Manusia di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Banyak pelanggaran HAM yang melibatkan perempuan sebagai korban. Faktor pendidikan, budaya selama ini banyak merugikan kaum perempuan dan tidak sepenuhnya mendukung kaum perempuan untuk maju. Perempuan tidak dianggap sebagai partner tapi dianggap sebagai obyek dalam kehidupan bermasyarakat.
          Kasus pelecehan seksual, kekerasan terhadap perempuan dari lingkungan terkecil(rumah tangga) sampai kekerasan terhadap perempuan dalam lingkungan masyarakat jarang mendapatkan perhatian. Lingkungan kerja ternyata juga tidak mendukung peran kaum perempuan. Sebagai aset bangsa peran kaum perempuan tidak dianggap.
       Pemerintah dengan Kantor Negara Pemberdayaan Perempuan belum berbuat banyak untuk memberdayakan perempuan. Kebijakan pemerintah belum banyak yang mendukung  usaha perempuan berkiprah  dalam pembangunan. Keterpurukan bangsa ini dalam berbagai bidang janganlah menjadi penghalang bagi pelaksanaan HAM bagi seluruh komponen bangsa terutama bagi kaum perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar